Selamat Datang

Sunday 14 December 2014

Muslim Teladan

Muslim Teladan
Muslim teladan memiliki ciri - ciri yang mendekati apa yang dimiliki Rasulullah SAW, dan beberapaseperti dibwah ini.
Ciri Pertama
Orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya tentang ‘Orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati’, “Artinya dengan sikap tenang dan berwibawa, tanpa rasa angkuh dan sombong.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, VI/27)

Mereka adalah orang-orang yang meniti kehidupan ini dengan senantiasa tawadhu’ terhadap Allah dan kepada sesama makhluk. Mereka bersikap tenang dan berwibawa. Mereka senantiasa rendah hati kepada Allah dan santun kepada hamba-hamba-Nya. Apabila orang-orang pandir melontarkan buah kejahilannya kepada mereka, tidaklah membuat mereka membalas kebodohan dengan kebodohan atau perbuatan dosa. Sikap inilah yang membuat mereka semakin terpuji, yaitu lemah lembut dan santun.
Mereka membalas kejelekan dengan perbuatan ihsan dan kebaikan. Bahkan mereka mau memaafkan orang yang pandir atas kejahilannya. Ini menunjukkan ketabahan hati mereka yang mengagumkan sehingga dapat mengangkat mereka hingga bisa mencapai kemuliaan akhlak seperti ini.
Ciri Kedua
Orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk mengharap keridhaan Rabb mereka.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya tentang ‘orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka’ “artinya (mereka mengisi waktunya) dalam rangka ketaatan dan beribadah kepada-Nya.” (Tafsir Al-Qur’an Al- ‘Azhim, VI/28)
Mereka adalah orang-orang yang banyak mengerjakan shalat malam dan ikhlas dalam mengerjakannya demi Tuhan mereka serta senantiasa tunduk merendahkan diri kepada-Nya. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ta’ala di dalam ayat yang lain, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam) dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan. Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 16).
Ciri Ketiga
Orang-orang yang berdoa, “Ya Tuhan kami jauhkanlah azab Jahannam dari kami.”
Mereka adalah orang-orang yang berdoa kepada Allah supaya dijauhkan dari sebab-sebab yang dapat menjerumuskan ke dalam neraka.
Mereka juga senantiasa memohon ampun atas dosa yang pernah mereka lakukan, karena dosa-dosa itu jika tidak ditaubati maka akan menjebloskan dirinya ke dalam kungkungan azab. Padahal azab neraka sangatlah menakutkan, terus menerus menyertai dan menyiksa sebagaimana lilitan hutang menyiksa hati orang yang berhutang dan tidak sanggup melunasinya.
“Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman”. Ini menunjukkan ketundukan dan perendahan hati mereka di hadapan Allah ta’ala, serta menunjukkan betapa merasa butuhnya mereka kepada pertolongan Allah. Karena mereka sadar bahwa mereka tidak akan sanggup menahan pedihnya azab. Hal ini juga mengingatkan mereka akan karunia Allah atas mereka, yaitu ketika kesulitan yang sangat berat dan mengguncangkan jiwa tersebut sirna maka hati mereka semakin bergembira dan berbunga-bunga setelah berhasil selamat dari kungkungan azab.
Ciri Keempat
Orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan, tidak pula kikir.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya tentang ‘Orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan, tidak pula kikir’ “artinya mereka tidaklah termasuk orang-orang yang suka menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang sia-sia. Mereka curahkan harta mereka menurut kebutuhan. Namun mereka tidak lantas menjadi kikir terhadap keluarganya sampai-sampai harus mengurangi hak-hak mereka dan tidak memenuhinya. Akan tetapi mereka senantiasa berlaku adil dan memilih sikap yang terbaik, sedangkan sebaik-baik urusan ialah yang pertengahan. Tidak condong ke sana maupun ke sini.” (Tafsir Al- Qur’an Al-‘Azhim, VI/29)
Beliau juga menukil perkataan Iyas bin Mu’awiyah yang mengatakan, “Segala sesuatu yang melampaui batas ketentuan Allah adalah pemborosan”. Ulama yang lain mengatakan, “Yang dimaksud dengan pemborosan yaitu membelanjakan harta dalam rangka bermaksiat kepada Allah ‘azza wa jalla” Sedangkan Hasan Al-Bashri mengatakan, “Tidak ada pemborosan dalam hal membelanjakan harta di jalan Allah.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, VI/29)
Merekaadalah orang yang berinfak di jalan Allah, baik infak yang hukumnya wajib atau sunnah. Infak yang wajib seperti zakat, membayar kafarah dan memberi nafkah anak dan istri. Mereka tidak melanggar batas dalam berinfak, tidak boros sehingga tidak melalaikan kewajiban infak yang lain. Tapi mereka tidak lantas menjadi bakhil atau kikir. Demikianlah infak mereka, berada di antara sikap boros dan kikir. Mereka membelanjakan harta dalam perkara-perkara yang memang layak serta dengan cara yang layak pula, tidak mengundang bahaya untuk diri pribadi maupun orang lain, ini menunjukkan sikap adil dan seimbang yang mereka miliki.
Ciri Kelima
Orang-orang yang tidak menyembah sesembahan lain bersama Allah
Imam Ahmad mengatakan, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, Al-A’masy menceritakan kepada kami dari Syaqiq dari Abdullah yaitu Ibnu Mas’ud. Ibnu Mas’ud mengatakan, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang dosa apakah yang paling besar? Beliau menjawab, “Engkau menjadikan sekutu untuk Allah padahal Dia lah yang menciptakanmu”. Orang itu bertanya lagi, ‘Lalu apa lagi?’ Beliau menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir dia ikut makan bersamamu” Orang itu bertanya lagi, ‘Lalu apa lagi?’ Beliau menjawab, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu”. Abdullah mengatakan, ‘Allah pun menurunkan pembenar sabda beliau itu, “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah.” (HR. Bukhari di dalam Kitab Tafsir/4477/Al -Fath, Muslim di dalam Kitabul Iman/86/Abdul Baqi, dinukil dari Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, VI/29)
Mereka adalah orang-orang yang menyembah kepada Allah saja, mengikhlaskan agama dan ketaatan untuk-Nya. Mereka tinggalkan segala bentuk kesyirikan dan cenderung kepada tauhid. Menghadapkan segenap jiwa dan raga mereka hanya kepada Allah serta memalingkan ketergantungan hati dari segala sesuatu selain kepada-Nya.
Ciri Keenam
Orang yang tidak membunuh jiwa yang haram untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar.
Jiwa yang haram dibunuh adalah jiwa seorang muslim dan jiwa orang kafir mu’ahad, dzimmi dan musta’man. Kafir mu’ahad adalah orang kafir yang sedang memiliki ikatan perjanjian keamanan dengan kaum muslimin, baik jaminan itu berasal dari pemerintah maupun dari seorang muslim. Sedangkan kafir dzimmi adalah orang kafir yang menjadi warga negara sebuah pemerintahan Islam dan tunduk kepada aturannya serta mau membayar jizyah. Adapun kafir musta’man ialah orang-orang kafir yang mendapatkan jaminan keamanan atau suaka politik dari suatu negeri muslim.
Orang-orang kafir semacam ini sama sekali tidak boleh diperangi, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barang siapa yang membunuh seorang kafir mu’ahad maka dia tidak akan bisa mencium baunya surga dan sesungguhnya baunya itu bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun.” (hadits riwayat Bukhari, Kitab Al Jizyah wal muwaada’ah, bab man qatala mu’aahadan bighairi jurmin, hadits no. 3166 dari Abdullah bin Amr)
Dalam lafazh yang lain beliau bersabda, “Barang siapa membunuh jiwa seorang mu’ahad dia tidak akan mencium bau surga, dan sesungguhnya baunya itu bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun.” (hadits riwayat Bukhari, Kitab Ad Diyaat, bab itsmu man qatala dzimmiyan bighairi jurmin, hadits no. 3166 dari Abdullah bin Amr) Adapun tindakan membunuh yang diperbolehkan menurut syariat adalah membunuh pelaku pembunuhan (hukum qishash), membunuh pezina yang sudah memiliki suami/istri (dengan dirajam), membunuh orang murtad serta membunuh orang kafir yang halal diperangi seperti ketika mereka menyerbu negeri muslim (kafir harbi) (lihat Syarah Arba’in Syaikh Shalih Alu Syaikh, hal. 63)
Ciri Ketujuh
Orang-orang yang tidak berzina.
Mereka adalah orang-orang yang senantiasa menjaga kemaluan mereka kecuali kepada istri-istri atau budak-budak mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Apa pendapat kalian tentang zina?” Mereka menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya mengharamkannya maka ia tetap haram hingga hari kiamat’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada sahabat-sahabatnya, “Sungguh, apabila ada seorang lelaki berzina dengan 10 perempuan itu lebih ringan baginya daripada menzinahi istri tetangganya.” Lalu beliau bertanya lagi, “Lalu apa pendapat kalian tentang mencuri?” Mereka menjawab ‘Allah dan Rasul-Nya mengharamkannya maka ia tetap haram’ Maka beliau bersabda, “Sungguh, apabila ada seseorang mencuri 10 rumah orang lain itu lebih ringan baginya daripada mencuri harta tetangganya.” (Hadits shahih, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahihul Jaami’ (50430 dinukil dari Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, VI/30)
‪#‎MuslimTeladan‬ ‪#‎Pondasi1‬

0 komentar: