Bonus
demografi merupakan fenomena dimana struktur penduduk sangat menguntungkan dari
segi pembangunan karena penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan usia
muda semakin sedikit dan proporsi usia lanjut belum banyak. Menurut Ida Bagus
Permana, jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai sekitar 70 persen,
sedang 30 persen penduduk yang tidak produktif (usia 14 tahun ke bawah dan usia
di atas 65 tahun) akan terjadi pada tahun 2020-2030. (Anataranews.com).
Jumlah
penduduk usia produktif yang fantastis tersebut tentu bukan hanya menjadi
sebuah keuntungan, tetapi juga suatu akan menjadi berkah bagi bangsa. Akan
tetapi, jika penduduk usia produktif tersebut tidak dibimbing atau disiapkan,
istilah bonus demografi akan hilang begitu saja. Oleh karena itu, pemerintah
dan semua elemen masyarakat harus melakukan persiapan untuk membuat bonus
demografi menjadi sebuah keuntungan. Entah itu dimulai dari segi pendidikan,
kesehatan, penyediaan lapangan kerja, maupun investasi.
Inti
utama dari demografi adalah pembangunan, tentu saja pembangunan kearah yang
lebih baik. Pembangunan dari semua sisi atau dari semua bidang dan itu perlu
disinergikan, tak terkecuali dalam dunia teknologi, khususnya dunia
elektronika. Dunia elektronika telah berkembang pesat dari tahun ke tahun,
bulan ke bulan, bahkan dari hari ke hari. Serta, elektronika telah merambah ke
semua lini kehidupan umat manusia yang berarti kehidupan modern sekarang ini
tidak bisa dipisahkan dari elektronika.
Disisi
lain, pesatnya perkembangan teknologi elektronika di dunia tidak sebanding
dengan perkembangannya di Indonesia. Faktanya, Indonesia masih sangat
bergantung pada teknologi buatan asing, apalagi produk Cina yang telah tersebar
hampir diseluruh penjuru Indonesia. Indonesia sejatinya bisa maju dari segi
industri elektronika, akan tetapi nyatanya masih belum bisa. Dahulu, pernah
akan dibangun perusahaan semikonduktor di Indonesia, namun hal itu tidak
terwujud. Entah karena apa. Mungkin saja dunia elektronika akan maju jika
perusahaan tersebut jadi dibangun di Indonesia. Karena untuk menguasai
teknologi sarana dan prasarana beserta perlengkapannya diperlukan, jika tidak,
seperti teknologi 4G yang ditemukan oleh anak bangsa dikembangkan di luar
negeri bukan di dalam negeri.
Dihararapkan,
kedepannya Indonesia memiliki perusahaan semikonduktor sendiri, siapa tahu bisa
sebesar TSMC, perusahaan semikonduktor asal Taiwan. Hehe. Inilah kaitannya,
bonus demografi dengan pembangunan, jumlah pemuda yang merupakan mayoritas
diharapkan mampu menginisiasi pembangunan industri semikonduktor. Bahan
semikonduktor itu banyak tersedia di Indonesia, yakni berupa pasir. Pasir di
Indonesia melimpah, di semua penjuru Indonesia ada. Tinggal industri untuk mengolahnya
menjadi semikonduktor yang belum ada. Namun, membangun industri semikonduktor
tersebut bukanlah perkara mudah, harus terencana dengan matang dan bertahap
agar hasilnya bagus dan memuaskan.
Pasir
yang relatif murah jika disulap menjadi sebuah semikonduktor akan memiliki
nilai jual yang tinggi. Yang awalnya pasir satu truk bernilai jutaan, setelah
di olah menjadi semikonduktor bisa sampai milyaran atau bahkan lebih. Produk
semikonduktor itu apa, yang lagi trend sekarang adalah IC (Integrated Circuit)
atau yang biasa dikenal prosesor. Bayangkan jika Indonesia tidak impor bahan
apalagi produk jadinya, bukan tidak mungkin Indonesia akan maju dan tidak
bergantung pada produk asing lagi. Setidaknya sedikit demi sedikit Indonesia
menjadi lebih baik. Pembangunan ini tentunya juga memerlukan dukungan dari
pihak pemerintah, swasta, industri, dan dari semua elemen masyarakat, entah itu
berupa dukungan moril maupun materil. Dengan begitu, setidaknya bangsa ini
telah berusaha lebih maju dari segi teknologi elektronikanya. Gambar diatas adalah gambar semiconductor silicon wafer yang saya kutip dari lemondeinformatique.fr.
0 komentar:
Post a Comment